Wednesday, November 23, 2011

KEBIASAAN "MISTIS" TIBO Oleh A.R. Loebis

Jakarta, 22/11 (ANTARA) - Titus "Tibo" Bonai selalu memegang-megang tiang dan menggoyang jala gawang lawan, ia selalu mencuri fokus pada tiap pertandingan, ada apa sebenarnya?
Tibo bahkan sempat mendapat teguran keras dari wasit Supresencia Sistido Steve ketika ia mengguncang-guncang jala Thailand pada penyisihan SEA Games XXV lawan Thailand (13/11).
Tapi penyerang berusia 22 tahun yang bernama lengakap Titus John Londouw Bonai itu tidak kapok. Ia kembali memegang jala gawang lawan pada beberapa laga berikutnya, karena ia sudah terbiasa melakukan hal aneh itu sejak tampil di PON 2008 di Kalimantan Timur.
Ini tentu saja merupakan kebiasaan, seperti yang ada pada diri setiap orang. Ada yang biasa mengerenyitkan kening, menjentikkan tangan, melirik-lirik, melangkah maju mundur beberapa kali sebelum berjalan, dan berbagai kebiasaan lainnya.
Pelatih tim Italia di Piala Dunia 2002, Giovanni Trapattoni, selalu memercikkan air ke bangku cadangan, kemudian ada pemain yang menggigit-gigit rumput yang diambil dari lapangan, memakai celana kolor yang sama pada tiap pertandingan, bahkan mengubur binatang pada malam hari. Pemain dari Amerika Latin ada yang menciumi tiang gawang lawan sebelum pertandingan dimulai dan wasit pun berdoa dulu.

Menurut laporan kantor berita Reuters, ketika berlangsung Piala Nasional Afrika, banyak terjadi praktIk spiritual bersifat mistis. Di antaranya, mengorbankan binatang dan mengubur beberapa bagiannya di Gurun Sahara Afrika. Banyak bubuk dan cairan bau melingkari beberapa bagian tertentu di gurun itu.
Konfederasi Sepak Bola Afrika malah melarang para tukang sihir itu masuk stadion saat berlangsung kompetisi perebutan Piala Nasional Afrika. Kendati demikian, dalam Piala Dunia 2002, hanya Senegal dan Afrika Selatan yang mampu maju ke putaran final dan kedua tim itu pula yang mengatakan amat anti dengan vodoo dalam usaha memajukan sepak bola mereka.
Penyerang tim Afrika Selatan ketika itu, Benny McCarthy, mengatakan mereka tidak menggunakan vodoo dalam tim mereka. ?Kami berlatih jujur dan saya pikir kami sama dengan negara Eropa, yaitu berlatih dan berlatih.?
Tapi Trapattoni, seperti halnya pelatih Brazil Luiz Felipe Scolari, yang menganut agama Katolik, seperti dilaporkan Reuters pada Piala Dunia 2002, merapalkan doa menurut agamanya dan Trapattoni ketika itu menyatakan yakin doanya didengar Tuhan, sampai akhirnya Alessandro Del Piero menyamakan kedudukan saat melawan Meksiko dan membawa mereka ke putaran 16 besar.
"Saya merapalkan doa saya yang biasa. Keadilan dan Tuhan itu ada. Saya percaya Tuhan menonton pertandingan dan Ia akan melakukan keadilan. Kami memiliki lima atau enam peluang bagus dan salah satunya pasti berhasil berdasar keadilan itu," ujarnya.
Tuhan menonton pertandingan? Tuhan menentukan angka akhir pertandingan? Doa siapa yang paling makbul yang dikabulkan Tuhan? Apakah Tuhan tidak bingung menerima begitu banyak doa untuk kepentingan masing-masing tim tiap negara? Akhirnya, kemana Tuhan akan berpihak?
Itu semua merupakan pertanyaan musykil dan tidak pada tempatnya untuk didiskusikan atau dipertanyakan. Bila dipaksakan untuk membicarakannya, maka alasan yang mendasarinya akan bersifat inklusif, irasional, mistis, takhayul, sihir, karena semuanya membawa topik pembicaraan ke arah yang berbau supranatural.

Kalau begitu, apa yang dapat ditimba dari masalah itu, termasuk kebiasaan Tibo yang boleh jadi semakin lama akan semakin bersifat ?mistis? itu?
Masalah manusia adalah masalah kausa-efektif, adanya kebutuhan manusia untuk bersinggungan dengan alam di luar dirinya, sekaligus membuktikan keberadaan (eksistensi) manusia di muka bumi ini, terdiri atas bebera alemen alam, (A.R. Loebis, 2002).
Gerak kehidupan manusia di mana pun bersifat kodrati, merupakan pertautan dari beberapa alam, baik bersifat jasmani mau pun ruhani. Baik dalam bentuk kepercayaan (agama) mau pun dalam bentuk keilmuan,perbedaan alam itu amat dikenal dan diakui.

Makanya, dalam kehidupan sehari-hari, ada orang yang mengurusi jasmani (dokter) dan orang mengurusi ruhani (ahli agama) serta mengurusi masalah kejiwaan (psikiater).

Dalam agama Islam pun, ada yang disebut alam jasmani, alam nafsani dan alam ruhani, yang sebenarnya merupakan pemilahan umum unsur fisik dan pemikiran manusia yang sudah diolah para pemikir seperti Plato, Socrates, Descartes, Nietzche dan yang lain, yang unsur ruhaninya biasa disebut The Ultimate Being atau The Truth.
Dalam agama Islam, yang disebut alam jasmani adalah alam dunia, baik berupa makro kosmos (alam raya) mau pun mikro kosmos (alam kecil=manusia). Pada alam jasmani, unsurnya dikaitkan dengan panca indera, berupa pengilhatan, penciuman, pendengaran, pencicipan dan perabaan, yang semuanya melekat pada fisik an sich.
Alam nafsani berupa pemikiran, perasaan, kemauan, yang meliputi unsur pemikiran, kejiwaan dan nalar, yang melekat pada unsur jasmani sedangkan alam ruhani adalah alam gaib, berupa ujung jangkauan ruhani yang tidak dapat dipikirkan secaRa nalar fisik dan nafsani.
Alam itu berupa alam seberang, alam tujuan, alam kehidupan setelah kematian atau alam abadi, alam kubur dan alam akhirat. Inilah alam The Ultimate atau alam The Truth.

Selagi manusia mampu berpikir waras dan normal, maka ketiga unsur itu tetap merupakan ikatan kodrati yang akan menyertai manusia ke mana pun ia pergi, di mana pun ia berada. Manusia di muka bumi ini, walau beragama apa pun, memikirkan dan mempercayai hal ini. Maka, setiap ada kematian, pasti ada proses penguburan, untuk mengantarkan jasad mereka yang meningal ke persarehan terakhir, sekaligus memuja Sang Pencipta agar sudi menerima kedatangannya.
Permohonan kepada The Ultimate itu bermacam-macam, sesuai dengan kepercayaan atau keturunan, pemahaman, ajaran, atau latar belakang anutan manusia atau kelompoknya dan upacara yang mereka lakukan berupa prosesi normatif. Prosesi normatif itu, bagi umat Islam, berupa rukun Islam dan rukun iman yang didasarkan pada kitab dan sunnah Nabi.


Percaya yang gaib

Manusia yang tidak dapat merasakan The Ultimate akan selalu merasa hampa, karena manusia pada galibnya mendambakan ketergantungan atau kedekatan dengan yang gaib. Manusia tidak bertuhan (atheis) sekali pun sebenarnya mempercayai hari setelah kematian, yang berarti mereka percaya pada yang gaib.
Bedanya: manusia bertuhan mengasalkan sesuatu dari Tuhan, sedangkan bagi atheis, akhir dari segala sesuatu berujung pada Yang Maha Gaib, Kodrati ketiga unsur alam tadi, tidak dapat melekang begitu saja dari gerak kehidupan manusia.
Itu karena manusia terdiri atas daging, darah dan udara yang berasal dari unsur api, angin, air dan tanah dan kelak akan diminta asalnya. Manusia tidak seperti Tuhan yang tidak berasal dan tidak akan dituntut asalnya. Seluruh manusia mempercayai bahwa suatu saat jasadnya akan dituntut asalnya, kembali ke tanah, ke api, ke air atau ke angin.
Gerak fisik sebenarnya berjalan simultan dengan gerak ruhani, yaitu gerak kemauan, pemikiran dan perasaan dengan gerak tuntutan pertautan dengan yang maha gaib, sehingga sejak dahulu kala sudah ada kata Ora et Labora (bekerja sembari berdoa).
Pertautan atau permintaan atau doa dengan yang maha gaib itu sekaligus juga semacam penumbuhan unsur katarsis dalam diri manusia. Segala niat yang akan dilaksanakan diawali dengan upacara, prosesi atau menjalankan hal yang normatif.

Manusia dalam melakukan upacara atau prosesi yang bersifat spiritual atau supranatural senenarnya sedang mengadakan hubungan dengan yang maha gaib, untuk mengatasi ketegangan fisik (alam jasad) atau jiwanya (alam nafsani). Ia sedang berusaha memadukan kedua alam itu dengan alam ruhani (gaib), untuk menyatukan kekuatan.
Manusia secara sadar atau tidak sadar sedang bersumlimasi memadukan eksistensinya yang kodrati dan manakala berhasil menjuruskan pikiran, sikap, perbuatannya ke arah yang gaib tadi, maka manusia merasakan unsur kelegaan (relief).
Bukankah umat Islam yang saleh merasa lega dan batinnya kuat serta bersih setelah melakukan shalat, setelah berpuasa, setelah naik haji atau ketika telah atau sedang berzikir?.
Setelah merasakan adanya semacam relief, maka manusia akan merasakan kakinya enteng untuk melangkah melakukan niat atau kegiatannya. Inilah yang sudah dilakukan para ahli mistik dari negara Afrika dan Amerika Selatan itu. Inilah yang dilakukan beberapa penjaga gawang yang menciumi tiang gawang. Inilah yang dilakukan pemain yang menggigit-gigit rumput. Inilah yang sudah dilakukan Tibo, yang berusaha mempengaruhi atau sudah dipengaruhi bawah sadarnya.
Kenyataan yang terjadi di depan mata penonton, di belahan dunia mana pun, akan terus dan tetap terlihat, dan hal itu tidak dapat ditangkap dengan sensor kesadaran intelektual.

Tibo yang sebelumnya membela PKT Bontang (Bontang FC) dan Persisam Raja Amat, percayalah, akan terus menggoyang-goyang jala gawang lawan.
***6***
(T.A008/B/Z002/Z002) 22-11-2011 12:21:06

No comments: