Thursday, September 23, 2010

ZUERA, SEAN DAN KARTING DUNIA Oleh A.R. Loebis

Jakarta, 21/9 - Dengan diikuti 125 peserta, Kejuaraan Dunia Karting CIK-FIA yang diadakan untuk yang ke-47 kalinya di Spanyol, merupakan kejuaraan yang cukup menjanjikan bagi banyak pihak.

Melihat begitu banyak peserta yang datang dari berbagai negara, tampaknya perhatian harus surut pada tahun 1993, ketika 127 peserta tampil pada kejuaraan Formula A di Laval, Prancis.

Tapi keputusan CIK-FIA untuk menyelenggarakan Kejuaraan Dunia kategori KF2 ketimbang Super KF merupakan jawaban atau penjelasan mengapa peserta yang datang begitu spektakular.

Lintasan Sirkuit Internasional Zuera dengan panjang 1.700 meter, terletak di utara Zaragoza, Spanyol, merupakan dambaan para pebalap muda di bidang karting dan mereka datang membawa nama besar tim masing-masing untuk berlaga pada 17-19 Setember 2010. Tidak tanggung-tanggung, mereka datang dari 29 negara, di antaranya satu orang pebalap masih teramat muda, berusia 13 tahun, membawa bendera Merah Putih.

Perseteruan pun lahir dan berkembang di antara para pebalap. Di antaranya pemain muda dari Mc Laren Young Driver Development Programme, Nyck de Vries (Belanda) dan Oliver Rowland (Inggris) serta pebalap dari Ferrari Driver Academy, Raffaele Marciello (Italia) dan Brandon Maisano (Prancis) serta Nyck de Vries yang menjadi perhatian dunia. Juara CIK-FIA European Junior 2009 itu merupakan calon pebalap besar karena kiprahnya di berbagai kejuaraan resmi mau pun tidak resmi.

Bidang media perlombaan dalam laman mereka mengatakan, para pengamat sulit meramalkan siapa yang akan tampil sebagai juara. "Entry list begitu panjang dan mereka semua merupakan talenta muda yang amat berbakat," demikian dilansir mereka dalam laman cikfia.com.

Bahkan panitia penyelenggara dalam artikelnya menuliskan: Zuera, Karting World`s Epicentre`.

Di antara mereka ada pula pemain dari Denmark Moller Madsen (juara European KF2 Champion 2010), Kevin Munkholm dan Jakob Nortoft, dari Portugal David Da Luz (juara World Cup untuk KF2 pada 2009), dari Belgia Sebastien Bailly dan Guillaume de Ridder, dari Finlandia Teemu Suninen, dari Jepang Yu Kanamaru, dari Italia Matteo Vigano dan Ignazio D`Agosto.

Dari Australia Gilbert Mitchell, dari Inggris Jordan Chamberlain (juara European KF2 pada 2009) dan Alexander Walker, juga atlet dari Swiss Michael Heche. Masih ada jagoan dari Inggris Ben Hanley, Yan`nick de Brabander dari Finlandia dan Simo Puhakka serta tiga pebalap Scandinavia, Michelle Gatting dari Denmark (urutan ketiga Asia-Pacific KF2 Championship Mei lalu di Jepang), dari Norwegia Ayla Agren dan dari Finlandia Laura Koivuluoma.

Nah, di antara puluhan pebalap muda tapi sudah malang melintang di kancah perlombaan dunia itu, tampil Sean Gelael dari Indonesia. Anak ABG yang masih sekolah setingkat kelas dua SMP ini, untuk pertama kalinya muncul di tingkat dunia.

Ia memang juara nasional 2010 kendati seri kejurnas belum usai, dan pemuncak klasemen karting Asia (AKOC), tapi untuk kejuaraan dunia? Ini yang membuat pengamat karting terus membuka mata mengawasi kiprah atlet yang kecil-kecil sudah disponsori Coca Cola ini.



Kualifikasi melelahkan

Setelah semua pebalap melalui 12 sesi babak kualifikasi silang yang cukup melelahkan, akhirnya terpilih 34 peserta yang tampil pada babak final pertama dan 38 orang masuk pada babak final kedua. Cukup mengejutkan, Sean Gelael masuk dalam daftar peserta yang ikut pada laga final kedua.

Walau tidak tampil sebagai juara (yang dimenangi Nyck de Vries-final 1 dan Carol Basz-final 2 dari Polandia), Sean berada pada urutan 20 (cikfia.com) dan kemudian disebutkan posisinya naik ke urutan ke-17. Sean mendapat pengalaman luar biasa berharga, karena untuk dapat masuk lomba final 2 saja sudah amat berat dan banyak peserta dari Eropa yang berguguran.

"Ini merupakan pengalaman hebat dan semoga membantunya dalam perlombaan lainnya," kata Ricardo Gelael mengomentari puteranya itu, "Ini amat perlu untuk menambah jam terbangnya."

Sean amat menghargai perlombaan itu. "Saya gembira dapat menimba pengalaman yang amat berharga. Perlombaan dunia itu amat kompetitif. Tingkat persaingan dan sulitnya amat jauh di atas tingkat Asia," kata Sean dengan menambahkan, lawannya amat cekatan sepertinya dapat menyusul dari arah mana saja.

Sean memang sedang memandang jauh ke masa depannya, ia harus memiliki mimpi dan impian. Ia pernah menyandang penghargaan MURI sebagai navigator termuda Indonesia, bahkan dunia, ketika berusia 10 tahun. Ia juara nasional navigator 2008. Ia sudah amat terbiasa dengan kehidupan balapan bersama tim internasional, sehingga mentalnya terasah.

Ia sedang mengincar lomba selanjutnya, bisa jadi Formula 3 Eropa atau kejuaraan lainnya, sebelum mengenyam kejuaraan dunia reli mobil dalam dua atau tiga tahun mendatang. Karena ia pada 1 November mendatang baru berusia 14 tahun, sedangkan untuk kejuaraan dunia reli (WRC) yang diincar baru dapat diikuti peserta 16 tahun ke atas.

Banyak pebalap ABG yang sedang muncul di Tanah Air, umumnya berawal dari gokart atau karting, --bahkan ada yang sudah beranjak ke kejuaraan Formula 3 Eropa,-- dan semoga salah satunya yang akan menyusul mengharumkan negara dan bangsa adalah Muhammad Sean Gelael.

Monday, April 5, 2010

REKOMENDASI MALANG TANPA PEMAKZULAN Oleh A.R. Loebis

Malang, 31/3 (ANTARA) - Kongres Sepakbola Nasional (KSN) di Malang, Jatim, yang berlangsung `hangat` akhirnya menelorkan tujuh rekomendasi tanpa kata pemakzulan kepada pucuk pimpinan organisasi olah raga tertua di Indonesia itu.

Padahal sebelum KSN dimulai, kata pemakzulan itu menjadi idiom yang akrab di telinga masyarakat umum karena hebatnya opini yang berkembang ke arah itu.

Rekomendasi KSN itu sebetulnya terdiri atas delapan butir, namun butir kedelapan menyangkut diperlukannya membentuk Dewan Sepakbola Nasional yang diisi berbagai unsur di luar PSSI, mendapat kecaman keras dari utusan PSSI sehingga Pimpinan Sidang Agum Gumelar menghapuskannya.

Pada Sidang Komisi A (organisasi), B (Pembinaan) dan C (Dana, umum), kata pemakzulan tidak ada disebut-sebut, kendati sidang Komisi A berlangsung `panas` hingga sekitar pukul 01.00 Rabu dini hari.

Sidang Pleno 2, kemudian dengar pendapat dari unsur PSSI, KONI dan PWI serta peserta khusus, termasuk setelah dibacakan delapan rekomendasi oleh ketua tim perumus Agum Gumelar, juga berlangsung `hangat` karena terjadi silang pendapat antarpeserta sidang.

Kongres sepak bola nasional yang digelar atas permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mencerminkan ajang `adu pendapat` tingkat tinggi antara peserta kongres di mana unsur peserta dari PSSI tampil amat solid, mengetahui benar masalah yang dihadapinya.

Berbagai pihak termasuk SBY mengatakan bahwa kongres itu murni untuk mencari solusi agar persepakbolaan nasional menjadi `macan` di kancah kompetisi regional dan internasional. Selama kepemmpinan Nurdin Halid yang sudah tujuh tahun, hal itu tidak pernah terjadi sehingga SBY tersentuh dan meminta PWI menjadi fasilitator menyelenggarakan kongres.

Kongres sepak bola ini menjadi perhatian besar publk, karena pencetusnya orang nomor satu di negara ini dan ia tidak meminta induk organisasinya untuk melakukannya langsung, melainkan pihak lain (PWI), sehingga bisa saja menimbulkan `multitafsir`.

Peserta kongres, ahli komunikasi, Effendi Ghazali, dalam sidang pleno pertama sempat mempertanyakan, apakah semua orang yang hadir dalam sidang itu faham arti komunikasi SBY serta apa yang dimauinya dalam memajukan sepak bola nasional itu.

Effendi kelihatannya ingin mengatakan, SBY menginginkan kongres itu tidak saja mengeluarkan rekomendasi tentang restrukturisasi dan reformasi dalam bentuk apa pun di pesepakbolaan nasional, termasuk mencari tokoh berkelayakan di puncak organisasinya. Tapi KSN itu bukan tempat pemakzulan dan pengurus PSSI amat kuat dengan komitmen mereka.

Mantan ketua umum PWI Sofyan Lubis yang ikut dalam sidang komisi A pun mengaku tidak begitu faham ke mana sebenarnya arah kongres itu. "SBY meminta agar sepak bola nasional bangkit, tatapi perjalanan kongres ini tidak dapat difahami ke mana arahnya," katanya.

Nurdin Halid amat siap menghadapi KSN, baik sebelum mau pun ketika kongres berlangsung.

Ketika mengomentari tentang `statuta FIFA` yang diterapkan federasi nasional, ia bahkan balik `menyerang` Ketua Umum KONI Rita Subowo serta Sarman Panggabean, bahkan Agum Gumelar pun sempat dikecamnya karena tidak memasukkan hasil sidang komisi yang dianggapnya cerdas ke dalam butir rekomendasi.



"Atas angin"



Dalam istilah silat, Nurdin berada di `atas angin`, mengetahui langkah lawan dan sekaligus bisa mematikan permainannya. Pihak kontra kemapanan, jelas tidak memiliki strategi dan persiapan khusus untuk memasuki `rumah` PSSI yang amat solid, tidak mempersiapkan tokoh khusus untuk memengaruhi opini peserta sidang.

Presentasi Nurdin yang amat akurat mendapat nilai 95 dari Effendi Ghazali, namun tidak ada yang mempertanyakan kapan `blue print` yang tebal dan berjilid-jilid itu dibuat, kapan mulai diterapkan di lapangan, dikaitkan dengan payahnya prestasi sepak bola nasional dewasa ini.

Seandainya kongres merekomendasikan kongres luar biasa (KLB) pun, mungkin menjadi hal biasa bagi Nurdin, karena KLB itu akan diadakan PSSI dan ia pun akan terpilih lagi bahkan mungkin dengan 100 persen suara, kendati dengan risiko menjadi `musuh` publik sekali pun.

Menpora Andi Mallarangeng ketika menutup kongres itu mengatakan, hasil kongres itu menjadi pegangan pemerintah dan akan dikawal terus dalam mengejawentahkannya dalam usaha membangun sepak bola nasional.

KSN usai sudah, melahirkan tujuh rekomendasi ideal yang secara umum ada pada organisasi olahraga, sehingga kongres itu layaknya seperti kongres PSSI biasa.

Kongres itu memperlihatkan wajah kepribadian manusia secara universal, ingin ada persatuan karena sebenarnya sedang terpecah, bahkan di antara sesama insan media sekali pun.

Hal yang lumrah pula, ketika kongres itu pun akhirnya dihubung-hubungkan dengan nuansa politik yang sedang berkembang, yang mengental pada keberadaan perjalanan KSN hingga 30-31 Maret 2010.
(T.A008/B/H-KWR/H-KWR) 31-03-2010 21:04:04

REKOMENDASI MALANG Oleh A.R. Loebis

Malang, 30/3 (ANTARA) - Rekomendasi merupakan kata ajaib yang isinya amat dinantikan siapa pun yang terlibat langsung atau tidak dalam Kongres Sepakbola Nasional (KSN) di Malang, 30-31 Maret yang dibuka resmi oleh Presiden SBY, Senin pagi, di GOR Ken Arok Malang.

Pada akhir sambutannya dalam acara yang amat meriah itu, Presiden SBY mengatakan, "Kita semua menantikan adanya rekomendasi dari kongres ini, yang amat dibutuhkan untuk mengingkatkan prestasi sepak bola kita."

Presiden berharap, melalui rekomendasi itu, sepak bola Indonesia menjadi "Macan Asia Tenggara" dalam tempo lima tahun ke depan, menjadi "Macan Asia" dalam 10 tahun ke depan dan seterusnya menjadi "macan lainnya dalam kancah sepak bola internasional.

Semua orang mengharapkan apa yang diinginkan SBY itu akan terejawantahkan, yaitu Indonesia menjadi "macan" yang mampu menunjukkan taring, menguakkan cakar, dan mengaum di kancah sepak bola internasional. SBY malah dengan fasih meruntun kehebatan Indonesia saat menahan Uni Sovyet 0-0 di Olmpiade Melbourne 1956.

Dalam Sidang Pleno I Senin siang, ketiga pembicara, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid, Ketua KONI Rita Subowo, Ketua Umum PWI Margiono, dengan senada pada akhir presentasi mereka mengucapkan keinginan mereka agar sepak bola Indonesia mampu berbicara di tingkat internasional.

Margiono berharap Malang menjadi Kota Bola Indonesia dan miniature sepak bola nasional akan mencuat dari kota itu, baik dari sisi pembinaan, sponsor, penonton, dan dari sisi lainnya, termasuk dukungan pemerintah. "Nurdin Halid dengan program yang luar biasa tidak akan dapat bekerja sendiri tanpa dukungan pemerintah," kata Margiono.

"Kongres ini bukan untuk pemakzulan Nurdin Halid. Tapi kalau kongres meminta maka usul itu baik juga. Tujuan kongres ini memang untuk itu, tidak usah ditutup-tutupi, kata Margiono.

Mantan pemain sepak bola nasional Sarman Panggabean malah dengan keras mengatakan, Nurdin Halid harus turun dari jabatannya bukan karena kongres itu, tetapi karena ia pernah bermasalah dari sisi hukum.

Anggota Komisi X DPR-RI, Parlindungan Hutabarat malah lebih terbuka, ketika mengatakan kongres itu harus menghasilkan pimpinan yang tepat dan para "stake-holder" harus mencari pimpinan yang mampu mendukung amanah. Peserta sidang sempat ramai, karena Parlindungan tidak seharusnya mengatakan hal itu, karena kongres itu bukan kongres PSSI.

Pada Senin malam, sekitar 500 peserta kongres dari berbagai unsur, akan melanjutkan acara kongres dengan melangsungkan sidang komisi membicarakan masalah organisasi, pembinaan dan bidang umum serta dana. Rekomendasi kongres baru akan dikeluarkan Selasa siang.

Rekomendasi memang menjadi inti kongres yang amat dinantikan. Sepanjang Senin dan Selasa, setelah kongres ini menjadi pembicaraan hangat di berbagai daerah dan menjadi tambah hangat karena ada kubu-kubu dengan berbagai kepentingan.

Presiden SBY sudah wanti-wanti dalam amanatnya, bahwa persatuan dan kesatuan merupakan salah satu unsur dasar dalam kongres itu, karena intinya hanyalah untuk memajukan sepak bola nasional.

"Semua harus bersatu, karena itu merukan dasar awal dalam kongres ini," kata SBY yang sebelumnya amat antusias menuturkan "tiga cerita dan lima keinginan" dalam cabang tendang menendang si kulit bundar itu.

Sepak bola Indonesia memang sedang dalam masalah besar, setelah keteter terus dalam berbagai pertandingan tingkat Asia Tenggara, apalagi Asia. Pengurus PSSI saat ini memiliki program amat bagus seperti dilukiskan Nurdin Halid. "Tapi dimana kesalahannya, kenapa kita kalah terus," kata Rita, "Nah inilah yang dibicarakan dalam kongres ini."

Sepak bola nasional sedang "kusut", sehingga siapa pun ketuanya akan sulit mengurai benangnya dan PSSI saat ini dapat dikatakan merupakan ?replika? negara Indonesia, yang sedang mengalami berbagai masalah dari sisi moral, menyangkut penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

Di sisi lain, sepak bola menjadi perhatian besar karena merupakan olahraga paling popular dan diminati masyarakat dari berbagi unsur, sehingga SBY dengan tegas meminta diadakan kongres sepak bola. Permintaan itu diajukan kepada PWI, bukannya kepada PSSI.

Kebijakan SBY ini bisa saja menimbulkan ?kecemburuan sosial? bagi cabang lain, sehingga bukan tidak mungkin akan ada kongres-kongres lainnya, termasuk kongres olahraga nasional secara umum, karena tidak dapat dipungkiri, Indonesia terpuruk di segala cabang, termasuk di tingkat Asia Tenggara (SEA Games).

Ini mungkin dimulai dari cabang sepak bola yang banyak bersinggungan dengan masalah sosio-kultural, yang semoga akan dapat dibenahi, dengan tentu saja menyisihkan berbagai kepentingan perorangan dan kelompok yang ada di dalamnya.

Kata "rekomendasi", dengan tidak disadari, menjadi kata yang intinya amat dinantikan, yang dianggap sebagai "alat" untuk membenahi sepak bola Indonesia, namun rekomendasi itu kelihatannya masih merupakan jalan panjang, yang akan tiba di ujung harapan bila ada moral dan keinginan untuk besatu.

Semoga Rekomendasi Malang tidak membuat sepak bola Indonesia menjadi semakin malang.
(T.A008/B/S005/S005) 30-03-2010 19:25:11

"KSN YES, INTERVENSI NO" oleh A.R. Loebis

Malang, 29/3 (ANTARA) - Spanduk dengan tulisan besar "KSN Yes, Intervensi No` terpampang di antara beberapa spanduk di seberang Stasiun Malang Kota Baru, ketika rombongan wartawan dari berbagai media tiba di kota yang lagi dirundung hujan itu Senin pagi.

Apa maksud frasa bersayap pada spanduk itu?

Kongres Sepakbola Nasional (KSN) boleh-boleh saja, tapi intervensi jangan coba-coba, begitu kira-kira maksud spanduk itu. Tapi kemana arah kata "intervensi" itu?

Tergantung dari sisi mana menafsirkannya. Tapi yang jelas, KSN mendapat dukungan besar dari berbagai unsur masyarakat, meskipun ada pula unsur yang mengecam, terlebih bila kongres itu diarahkan untuk memakzulkan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid.

KSN 30-31 Maret 2010 itu membuat Kota Malang yang dalam beberapa hari ini mendung menjadi "panas", karena dari sisi fisik saja kelihatan amat bergelora, sebab acara itu dihadiri sekitar 500-600 peserta dan sekitar 5.000 petugas keamanan dari berbagai unsur.

"Kita seperti mau meliput olahraga multi-event aje nih," kata salah seorang wartawan. Mungkin ia terbayang dengan tingkah-polah berbagai wartawan dari berbagai media yang sedang berangkat meliput ke luar negeri dan berangkat secara bersamaan.

Di depan sembilan hotel penginapan perserta kongres yang ada di pusat kota Malang,-- Malang Regent`s Park, Hotel Trio Indah, Hotel Kartika Graha, Grahawita Santika, Graha Cakra, Tugu, Gajah Mada, Trio Indah II dan Hotel Pelangi 1,-- terpampang spanduk dengan berbagai kalimat menyangkut ucapan selamat datang kepada peserta kongres.

KSN yang akan dibuka resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Selasa pagi, memang sedang dalam pembicaraan hangat di berbagai media massa, kendati kalah "hangat" dengan kasus Bank Century dan Gayus Tambunan "Gate" yang menghilang entah ke mana dengan raibnya dana pajak sebesar Rp25 M.

Masalah sepak bola ini amat kecil bila dibanding dengan berbagai kasus sosio-politik yang belakangan ini melanda perhatian masyarakat dalam negeri. Tapi kisruh menyangkut "Si Kulit Bundar" ini sudah berada dalam tatanan negara. SBY meminta diadakan kongres sepak bola dan terbentuklah kepanitiaan kongres dari unsur Kementerian Olahraga dan Pemuda, KONI, PSSI, PWI dan masyarakat pemangku kepentingan sepak bola (pengamat, mantan pemain, pelatih, pejabat pemerintah, dll).

Sekitar 600-500 peserta kongres itu berasal dari kelima unsur itu dan Presiden SBY membukanya Selasa pagi sekaligus menyaksikan pertandingan sepak bola antara Arema Malang melawan Persitara, Selasa petang. SBY sebagai pencetus kongres serta datangnya ia ke Malang untuk membuka pertemuan itu, membuat event ini menjadi terasa amat khusus.

Bagi rekan media, hal ini juga menjadi terasa amat khusus. Beberapa di antaranya ke toko atau mal untuk membeli baju batik, karena peserta kongres itu diminta mengenakan batik.

Acara dengan tema ?Melalui Kongres Sepak Bola Nasional Kita Satukan Tekad Menuju Prestasi Dunia? itu, juga menjadi kancah reuni bagi rekan wartawan, karena terjadi pertemuan wartawan dan berbagai lapis generasi.

Generasi waratawan olahraga itu secara sederhana berurutan mulai dari generasi Eddi Elison, Zuhry Husin, Sumohadi Marsis, Sam Lantang, Atal Depari, Hendry C Bangun, Rudy Novrianto, Prayan Purba, Yesayes Octavianus, Suryopratomo, Raja Pane, Anton Sanjoto dan beberapa lainnya hingga generasi setingkat Suharto Olii serta beberapa generasi di bawahnya dengan wajah-wajah baru lainnya. Sekitar 80 wartawan sebagai peserta kongres dan sebagai peliput hadir dalam event itu. Wartawan dari berbagai daerah pun datang, termasuk dari Sumatera Utara.

Di antara tokoh olahraga lainnya, terdapat nama Agum Gumelar yang menjadi ketua umum kongres, ada pula Saifullah Yusuf, Prof Djohar Arifin Husin, Ivana Lie, Nugraha Besoes, Prof James Tangkudung, Edy Rumpoko; Nurdin Halid akan berbicara di pleno, juga Ketua KONI Rita Subowo dan Ketua PWI Margiono.

KSN ini menjadi amat menarik diikuti, karena melibatkan berbagai unsur dengan berbagai kepentingan, kendati niatnya tunggal, yaitu memperbaiki persepakbolaan nasional.

Tapi tidak dapat dipungkiri, dari tiap pribadi dan kelompok yang mengikuti acara ini ada yang disusupi kepentingan internal yang tentu saja akan bersinggungan dengan berbagai hal bersifat eksternal.

"KSN Yes, Intervensi No," menjadi frasa bersayap yang akhirnya dapat diterapkan kepada siapa saja yang mengikuti kongres. Sepak bola memang mengumpulkan orang dari berbagai kelas dan strata sosial.
(T.A008/B/S005/S005) 29-03-2010 21:27:53

SOERATIN, NURDIN DAN KSN Oleh A.R. Loebis

Jakarta, 25/3 (ANTARA) - Kalau Ir Soeratin masih hidup, usianya saat ini sudah 112 tahun dan ia pasti merasa sedih sekali menyaksikan perjalanan sepak bola nasional yang carut-marut.

Insinyur sipil kelahiran Yogyakarta 17 Desember itu 1898 itu meninggal pada 1959 dalam kemiskinan, setelah lama sakit dan tidak mampu membeli obat. Rumahnya ketika itu berukuran 4 X 6 meter di Jalan Lombok, Bandung, berdinding bambu (gedhek).

Tidak ada warisan tokoh pemersatu bangsa itu, kecuali organisasi yang dicintainya, PSSI, yang didirikan pada 1930 dan ia menjadi ketua umum pertama, (99 Tokoh Olahraga, Catatan Satu Abad, 1908-2008; Perum Antara - Kemenpora, 2009).

Soeratin tidak mungkin dilupakan dan namanya tidak dapat dilepaskan dari sepak bola Indonesia. Ia memprakarsai pembentukan PSSI dengan berjuang berat seperti tokoh lain yang mendirikan organisasi politik dan sosial, karena pemerintah kolonial Belanda amat anti dengan yang bersifat nasional.

Sepak bola Indonesia sempat disebut-sebut sebagai "Macan Asia", ketika tim nasional diperkuat Maulwi Saelan, Ramang, Aang Witarsa, Ramlan Yatin, Kwee Kiat Sek, Thio Him Tjiang, Tan Liong Houw dan lainnya, dengan pelatih Tony Pogacnik dari Yugoslavia.

Indonesia bahkan pernah menahan Uni Soviet 0-0 di Olimpiade Melbourne 1956 dan negara komunis itu kemudian tampil sebagai juara.

Sembilan belas hari menjelang PSSI memperingati ulang tahun ke-80 (didirikan 19 April 1930), tepatnya pada 30-31 Maret mendatang, berbagai kalangan berkumpul di Malang untuk membicarakan sepak bola Indonesia yang tidak kunjung menapak ke puncak prestasi.

Jangankan melanglang buana di tingkat dunia, di kawasan Asia Tenggara saja sudah terpuruk hebat, bahkan dilibas tim "bau kencur", Laos

Apa sebenarnya yang terjadi pada sepak bola Indonesia?

Inilah yang akan dibicarakan dalam Kongres Sepakbola Nasional (KSN) di Malang (30-31 Maret 2010), yang direncanakan akan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang notabene sebagai pencetus agar diadakan pembahasan mengenai masalah itu.



"Moral boosting"



Dalam setiap pertandingan cabang apa pun, atlet selalu menyebut-nyebut adanya rasa percaya diri (confidence) dan dorongan moral (moral boosting) yang memengaruhi mereka dalam memenangi pertandingan.

Percaya diri dan moral adalah dua kata yang berkaitan dengan unsur jiwa, yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, melainkan dengan mata batin, yang ada pada wajah pelatih, ofisial, organisasi dan manajemen.

Rasa percaya diri dan moral itu dapat tumbuh dari dalam diri (inward) si atlet atau pun melalui pasokan semangat dari luar (outward).

Ketika memompa semangat juang rakyat Indonesia, Bung Karno mengatakan, "akukan revolusi olahraga demi mengharumkan nama bangsa. Olahraga adalah bagian dari revolusi multi kompleks bangsa ini".

Soekarno menjadikan olahraga sangat penting karena dianggap sebagai alat pembentukan karakter nasional. Presiden SBY kelihatannya bergetar dadanya ketika memegang Jules Rimet 25 Januari lalu, sehingga tercetus keheranannya kok sepak bola nasional begitu mundur, sehingga ia meminta diadakan serasehan (kongres) sepak bola.

SBY secara tidak langsung "memompa" rasa percaya diri dan "moral boosting", tidak saja pada atlet dan petinggi olahraga nasional, tetapi juga masyarakat Indonesia.

Kalau SBY berkehendak dan sudah faham tentang hakekat olahraga, maka bisa saja Indonesia didukungnya menjadi tuan rumah Piala Dunia, balap mobil Formula Satu dan yang lainnya, yang mengangkat kiprah negara di mata dunia.

Tokoh olahraga MF Siregar paling tahu tentang hal "jiwa" ini. Ia pernah mengucapkan hal paling ironi dewasa ini, karena tidak ada orang yang ingat dan merasa berkewajiban mewujudkan sepenggal kalimat dalam lagu Indonesia Raya...."Bangunlah Jiwanya, Bangunlah badannya, Untuk Indonesia Raya."



Nurdin Halid



Sementara itu, tidak ada satu pun orang yang tahu, apa yang ada dalam benak Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI saat ini.

Yang jelas, pada awal Kongres Sepakbola Nasional (KSN) digulirkan, ia bersama jajarannya mulai dari Jakarta hingga tingkat daerah tidak sepaham dengan niat itu, apalagi bila dihubungkan dengan pemakzulannya.

Nurdin amat keras dan ngotot dengan keinginannya untuk tidak akan mundur dari kursinya, walau pun permintaan dari berbagai kalangan menggebu-gebu agar ia meninggalkan posisinya yang terus digugat. Ia adalah contoh dan bukti teori kekuasaan atas manusia.

Nurdin mungkin hanya tertawa-tawa di rumahnya. Ia sudah membayangkan hasil KSN itu nantinya akan diserahkan kepada pemerintah (Kemenegpora) yang kemudian menjadi rekomendasi kepada kepengurusan PSSI.

Nurdin sepertinya sudah menyadari, kongres itu bukan soal ganti mengganti dirinya, melainkan untuk membicarakan sepakbola nasional secara keseluruhan, bukan membicarakan PSSI, tetapi sepakbola.

Nurdin faham, ia tidak dapat dimakzulkan karena adanya unsur (statuta) FIFA, namun Nurdin pun pasti tahu bahwa FIFA pernah mengancam membekukan Federasi Sepakbola Peru karena perseteruan federasi dengan pemerintah.

Demikian pula dengan federasi Ethiophia, federasi China ketika ketuanya dipecat karena skandal, serta membekukan Konfedeasi Sepakbola Kuwait.

Tudingan pun diarahkan ke Nurdin yang dianggap seperti tidak punya telinga dan hati. Ia tidak bereaksi dengan berbagai "serangan" di media serta melalui "talk-show" sampai ada yang menyebutnya mantan orang penjara yang tidak pantas memimpin PSSI.

Ia hanya tertawa, semakin hebat serangan ia merasa semakin kokoh kakinya. Ia memahami teori superlatif, semakin....semakin.....

SBY dengan spontan meminta PWI menjadi mediator kongres sepakbola ketika berada di Palembang membuka Hari Pers Nasional (HPN) dan dengan kerja keras panitia yang dikomandoi wartawan senior Sumohadi Marsis, akhirnya berbagai kalangan bertemu di Malang.

Kalau SBY tidak berbicara di Palembang, PWI tidak akan muncul ke depan dan "simpang-siur" berita PSSI pasti terus berkelanjutan dengan berbagai aroma tulisan wartawan yang aktif meliput di Senayan.

Kota Malang akan menjadi saksi bersejarah tentang "simpang jalan" sepakbola Indonesia dan mungkin ungkapan Bung Karno boleh diulangi, yaitu "Revolusi olahraga demi mengharumkan nama bangsa."

Kalau Ir Soeratin masih hidup, usianya sekarang 112 tahun, dan ia mungkin akan menerawang memandang jauh mengenang masa mudanya ketika mendirikan PSSI 80 tahun lalu dengan penuh semangat perjuangan.

Ia mungkin sudah susah mengutarakan pikirannya dalam kata-kata, tetapi batinnya akan bertanya, apakah arti atau masih adakah perjuangan saat ini?
(T.A008/A/a032/a032) 25-03-2010 15:45:39

Monday, February 1, 2010

CERPEN WARTAWAN OLAHRAGA DILUNCURKAN

Kamis, 28 Januari 2010 | 17:56 WIB
Diluncurkan, Buku Kumpulan Cerpen Wartawan Olahraga

Warta Kota/Lucky OktavianoSenayan, Warta Kota

Buku berjudul Kumpulan Cerpen Wartawan Olahraga berisi karya Aba Mardjani, AR Loebis, Djunaedi Tjunti Agus, Hendry Ch Bangun, Mahfudin Nigara, diluncurkan di VIP Barat Stadion Utama Senayan, Jakarta, Kamis (28/1).

Antologi ini berisi 30 buah cerita pendek, yang ditulis kelima cerpenis dalam kurun waktu tahun 1980 sampai 2009, di sela-sela kesibukan mereka meliput dan menulis laporan olahraga.

Kelimanya pernah bertugas di kawasan Senayan sejak tahun 1980, ketika tempat itu masih berupa asrama atlet nasional dan gedung-gedung olahraga utama nasional.

Buku ini sudah beredar luas di toko-toko buku di Jakarta dan berbagai wilayah lainnya minggu ini dan dijual dengan harga Rp 40.000.

Menurut insiator dan penyunting Hendry Ch Bangun, buku ini dapat terwujud dalam waktu sekitar dua bulan mulai dari proses pengumpulan naskah sampai dengan selesainya pencetakan dan distribusi ke toko buku.

Karena sebagian besar sudah diterbitkan, mulai dari Majalah Anita, Harian Warta Kota, Harian Suara Karya, Harian Kompas, sampai berbagai majalah, maka pengerjaannya tidak terlalu sulit.

Namun memilih masing-masing enam karya dari banyak kiriman yang cukup menyita waktu. “Yang dipilih adalah cerpen yang mewakili karakter penulisnya,” kata Hendry.

Djahar Muzakir, mantan wartawan yang kini Wakil Direktur Pustaka Spirit yang menerbitkan buku mengatakan, cerpen-cerpen yang dimuat semuanya komunikatif dan menyenangkan, mungkin karena penulisnya wartawan yang cenderung menyederhanakan sesuatu yang rumit agar dapat dinikmati oleh semua kalangan.

“Kalau dianggap hidangan, maka semuanya enak,” kata Djahar yang juga cerpenis dan novelis.

AR Loebis menambahkan, di facebook-nya, kabar mengenai terbitnya kumpulan cerpen wartawan olahraga ini juga menarik perhatian.

“Ada kelompok wartawan yang lalu terinspirasi untuk membuat karya bersama, entah itu cerpen, catatan, untuk menunjukkan mereka juga bisa berkaya seperti ini,” kata wartawan Antara ini.

“Bahkan sudah ada rencana untuk melakukan bedah kasus buku ini di PDS HB Jassin, yang menunjukkan karya-karya di buku ini juga punya bobot,” tambahnya.

Mahfudin Nigara, yang dulu getol menulis sehingga karyanya bisa dimuat bersamaan di beberapa majalah mingguan mengaku kini kesulitan menulis lagi. Kerap ide sudah ada tetapi baru separuh sudah terhenti karena kesibukan bekerja.

“Tapi dengan terbitnya buku ini, setidaknya saya akan menerbitkan karya-karya tulis saya dalam waktu dekat. Bahannya sudah lengkap, tinggal diedit,” katanya.

Djunaedi yang mengaku baru menulis cerpen dalam beberapa tahun terakhir mengatakan kumpulan ini membuat dia dapat lagi berkomunikasi dengan sesama wartawan olahraga, sekaligus menjadi tabungan pekerjaan jika sudah pensiun kelak.

Sementara Aba Mardjani, yang dianggap paling konsisten menulis cerpen, berharap agar buku ini dapat menjadi inspirasi bagi wartawan yang lebih muda untuk membuat buku.

“Buku itu umurnya bisa lebih tua dari penulisnya. Tapi kalau hanya berita di media, dia akan dapat dengan mudah hilang dan dilupakan orang. Oleh karena itu buatlah buku,” tambah AR Loebis yang sudah memiliki beberapa buku yang beredar di toko buku. (hcb)

Wednesday, January 13, 2010

OM BOB DI ANTARA HUKUM, TINJU DAN OTOMOTIF

Jakarta, 12/1 - Tinju amatir dan profesional serta kancah lomba otomotif bergelora dan meningkat prestasinya ketika Om Bob terjun sebagai pembina dan pengurus organisasi PB Pertina dan PP IMI.

Bob RE Nasution yang akrab dipanggil Om Bob, mulai bergaul dengan kalangan petinju ketika ia menjabat Kepala Kejaksaan Negeri di Ambon dan dipercaya menjadi manajer tim Maluku ke Kejuaraan Sarung Tinju Emas (STE) III Padang pada 1978.

Petinju andalan Maluku ketika itu adalah Herry Maitimu (layang), Ellyas Pical (terbang) dan Nootje Thomas (bulu). Usai STE ia dipanggil ketua umum Pertina Saleh Basarah dan memintanya bergabung dengan Pertina.

Bob pun dengan bergairah membina tinju di tiap kota tempat ia menjabat sebagai ketua Kajati, di antaranya di Maluku, Bengkulu, Sumatera Barat dan di Makassar. Ia pun menjadi sesepuh tinju di berbagai daerah, bahkan di Makassar dibangunnya sasana tinju di Lembaga Pemasyarakatan.

Ia memimpin petinju dalam pertarungan di dalam dan luar negeri, termasuk mengikuti kejuaraan internasional 1979 di Prancis, Inter Cup di Jerman 1980, turnamen Riccione di Italia dan ke SEA Games XI Manila 1981 dan SEA Games XIV Jakarta 1987.

Ketika dunia tinju pro di Tanah Air melorot prestasi, termasuk sukarnya mencari dana, Bob tampil sebagai "penyelamat", di antaranya ketika membantu memanggungkan Nico Thomas melawan Sammuth Sithhnaruepol, kemudian ketika menghadapi Eric Chavez di Jakarta dan mendukung Tinton Soeprapto menyelenggarakan laga di Makassar dan di Padang dan di hotel di Jakarta.

Apa motto Om Bob sehingga promotor tinju saat itu bisa meraih keuntungan?

"Dalam setiap pekerjaan, moto saya adalah kebersamaan, kekompakan, tidak sikut menyikut dan tidak mencari keuntungan pribadi," katanya ketika mengumpulkan panitia untuk mencari dana memanggungkan Nico vs Chavez di GOR Lokasari Jakarta, 21 September 1989.

Pada masa kepengurusan Bob di IMI, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah kejuaraan reli dunia (WRC=world rally championship) di Sumatera Utara pada 1996 dan 1997. Tuan rumah kejuaraan dunia motocross 125 CC (Yogyakarta) dan 250 CC (Jawa Barat) serta kejuaraan dunia sepeda motor MotoGP di Sirkuit Internasional Sentul.

Ketika ia diminta Hutomo MP untuk menggantikannya sebagai ketua umum PP Ikatan Motor Indonesia dalam Munas di Medan pada 1995, Bob sempat gemetaran karena tidak menduga adanya permintaan itu.

Dalam kamarnya di Hotel Mutiara, Bob mengatakan kepada penulis, "Gemetar aku, ketika dimintanya menggantikannya. Aku tidak menduga hal ini, tapi ya sudahlah, kalo Munas meminta, tak bisa aku menolak." Ia menjabat ketua umum PP IMI dua periode (1995-2003).

Beberapa tahun kemudian, ia pun sempat mengungkapkan rasa sedihnya, karena Hutomo MP seperti memutus silaturahmi dengan dia, setelah ia memberi pandangan agar Tommy tidak usah bersembunyi saat ada kasus menimpanya.

"Aku sedih, entah mengapa dia tidak mau bertemu dengan aku," kata Bob suatu saat.



Konsekuen

Bob amat konsekuen sebagai pengurus organisasi olahraga. Ia hadir dalam setiap perlombaan dan bergaul amat rapat dengan para atlet dan amat dekat dengan kalangan media. Setiap ia masuk restoran, ia mencari meja panjang, karena banyak orang yang akan dipanggilnya ikut bersantap.

Bahkan di tempat sempit sekali pun, bila berkunjung ke Medan, ia akan menyambangi penjual mi di seberang Lapangan Merdeka Medan. Ia mengajak banyak orang untuk mencicipi mi medan kesukaannya.

Bila ada waktu senggang, ia pun menyanyi mengalunkan lagu-lagu lama dan suara baritonnya membuat pendengar serasa "hanyut" dengan kenangan masa lalu.

Setelah mundur dari kepengurusan olahraga itu, ia merasa sepi, dan setiap berkunjung ke kantornya di bilangan Pecenongan Jakarta Pusat, ia selalu bertanya macam-macam dan akhirnya melakukan sholat sembari duduk.

"Kemana saja kau, kok lama tidak datang ke sini," itu kata-kata paling akrab di telinga dan kalau usai Idul Fitri ia pun berujar, "Mengapa kau tidak datang ke rumah."

Om Bob, kelahiran Padang Sidempuan, 9 Oktober 1937, meraih gelar sarjana hukum setelah kuliah di Universitas Pajajaran Bandung (1958-1961) dan di Universeitas Sumatera Utara (1961-1964).

Ia mengawali karirnya sebagai jaksa muda pada Kejaksaan Binjai, Sumatera Utara pada 1962-63, kemudian menjadi kepala bagian intel Kejaksaan Tinggi Muda, Sumatera Utara dan dengan tugas sama pindah ke Denpasar.

Ia berpindah-pindah kerja, di antaranya ke Palembang, Padang, Maluku, Surabaya sampai akhirnya kembali ke Jakarta menjabat Sekretaris Jaksa Agung Muda Perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara. Ia beralih jadi staf ahli Jaksa Agung pada 1995-1997 dan pensiun pada 1997 dan langsung membuka kantor "Bob Nasution Law Assosiates" di kawasan Pecenongan.

Dalam kancah hukum, ia dikenal ketika berhasil dalam menangani kasus tenggelamnya kapal Tampo Mas serta kasus penyelundupan rotan.

Om Bob yang berkecimpung di antara hukum, tinju dan otomotif, meninggalkan dunia fana ini pada Jumat (8/1-2010), setelah menderita sakit pernafasan.

"Ayah mengeluh dadanya amat panas. Biasanya ia malas ke rumah sakit, tapi tadi pagi ia minta dirawat," kata puteranya, Ali Affandy, ketika mengomentari sakit ayahnya di rumah duka di kawasan Pondok Indah.

Selamat jalan Om Bob, semoga semua kebaikanmu dibalas Allah SWT. (A.R. Loebis)