Friday, May 25, 2007

MESJID BURUNG DI SOUQ ASSIRI

Doha, 9/12 2006 – Dari luar bentuk bangunan itu tidak begitu istimewa, hanya berupa bangunan biasa dengan empat cungkup dan satu tower di atasnya sedangkan dindingnya di semen seadanya dan di atapnya yang seharusnya putih sudah menghitam kena kotoran burung.
Ratusan burung dara memenuhi atapnya, terkadang turun ke pelataran di depannya dan bila ada orang yang membawa makanan maka orang itu seolah tertutup dengan burung-burung itu.
Bangunan di kawasan pusat perbelanjaan tradisional yang disebut Souq Assiri atau Pasar Keluarga itu, disebut warga setempat Mesjid Burung, karena banyaknya burung di sekitarnya.
Kendati di kawasan itu banyak mesjid lain dengan bangunan biasa,--yang membedakannya dengan bangunan lain adalah towernya,--tapi Mesjid Burung amat disukai masyarakat sekitarnya, karena suasana di dalamnya amat asri, adem dan luas.
Di pintu luar mesjid itu ada tulisan Syech Al Kassim bin Muhammad Al Thani serta di sebelahnya ada tulisan “Masehi 109” namun beberapa orang yang ditemui di masjid itu tidak faham dengan arti tulisan masehi 109 itu.
“Saya tidak tahu apakah bangunan dibuat pada tahun 109 atau ada maksud lain dari tulisan itu. Yang jelas, ini merupakan wakaf dari keluarga besar Al Thani, yang satu garis ketuturan dengan Emir sekarang,” kata Mahdi Musa, warga Indonesia asal Aceh yang sudah lama menetap di Doha, Qatar.
Seperti umumnya memasuki semua mesjid di Qatar, di pelataran luar dan dalam disediakan rak susun terbuat dari kayu untuk meletakkan sandal atau sepatu dan tidak pernah ada orang yang menjaganya, apalagi meminta uang untuk jasa penyimpanannya.
Di salah satu ruangan, ada tempat untuk menyucikan najis atau untuk berhadas besar atau kecil dan di sebelahnya tempat untuk mengambil air wudhu dengan cara duduk di tempat yang sudah dibangun secara permanen di depan kran air.
Di bagian luar ada tempat jamaah yang ingin sembahyang di luar atau kalau tidak ada lagi tempat di dalam.
Ketika memandang ke atas sebelum masuk ke bagian dalam mesjid, terlihat ada tepas dari bambu yang seperti digunakan di desa-desa Indonesia sebagai dinding rumah. Tapi warga setempat tidak tahu dari mana didatangkan benda yang mirip dengan yang ada di Indonesia itu.

Megah di dalam
Saat berada di dalam ruangan yang bentuknya memanjang, baru terasa perbedaan amat mencolok dengan pandangan luar bangunan yang terkesan “kumuh”, apalagi terletak di tengah pertokoan.
Ruangan dalam mesjid yang pintunya banyak namun tidak berjendela itu, disangga banyak tiang yang jaraknya satu tiang dengan tiang lain sekitar 10 meter sementara lampu yang cukup banyak membuat ruangan itu terang benderang.
Bersih dan terang benderangnya ruangan dalam membuat suasana memang amat asri dan di dalam mesjid itu menimbulkan kesan megah dan anehnya ratusan burung itu tidak ada yang masuk ke pelataran dalam
“Burung itu tidak masuk ke dalam sehingga suasana di pelataran atau halaman dalam mesjid bersih,” kata Mahdi (54), mantan karyawan PT Arun Aceh yang kini bekerja sudah sembilan tahun di LNG Qatar.
Khatib Shalat Jumat berdiri di depan jamaah yang duduk memanjang dan memberikan uraian kerokhanian yang tetap disambut jamaah dengan ucapan “Jalla wajalla” setiap diucapkan Allah SWT dan mengumandangan “Solollohu’alaihi Wassalim,” setiap mengucapkan kata Nabi Muhammad.
Syaf dalam mesji itu memanjang dan satu syaf bisa diisi lebih dari 100 orang sedangkan jumlah syaf ada 30 sehingga kapasitas ruangan dalam mesjid itu amat luas dan saat melakukan Shalat Jumat di tempat itu (8/12-2006) terlihat jamaahnya amat beragam baik pakaian mau pun perawakannya.
Jamaahnya ada yang mengenakan jubah, namun banyak yang berpakaian biasa seperti orang kerja dan beberapa di antaranya mengenakan celana jeans dan pakai jaket, karena udara di Doha sedang dingin.
Khatib Shalat Jumat, orang Arab yang mengenakan jubah putih panjang dan bersorban, dengan menggunakan bahasa Arab, berbicara sekitar 45 menit menyangkut pentingnya manusia tidak hanya mementingkan hal-hal duniawi, melainkan tujuan yang utama yaitu akhirat.
Usai shalat dua rakaat, jamaah ada yang melakukan shalat sunnat dan ada pula yang langsung meninggalkan mesjid dan sejak shalat di masjid saat tiba di Doha dua minggu lalu, tidak ada tradisi bersalaman antarsesama jamaah, seperti yang dilakukan ummat muslim di Indonesia.
Di pelataran depan atau halaman luar di depan Mesjid Burung, --yang memang tidak ada namanya khusus seperti umumnya mesjid lain di Qatar,--orang tidak boleh merokok dan bila ada orang merokok maka petugas mesjid menyuruhnya pergi.
Salah seorang warga Indonesia lainnya, Alex Syah yang bekerja di Qatar Petroleum, mengatakan Mesjid Burung memang memiliki keistimewaan karena banyaknya burung di mesjid itu.
“Tapi di sini ada mesjid dimana-mana. Jarak beberapa ratus meter ada mesjid, sehingga negara ini mungkin bisa saja dijuluki Negara Seribu Mesjid,” kata Alex, keturunan asli Minang namun lahir di Bandung 40 tahun lalu dan bermukim di Doha sejak 2001.
Kenyataannya, di Doha terlihat bangunan mesjid dalam jarak beberapa ratus meter bahkan tidak jarang hanya dibatasi jalan umum dan jamaahnya tetap penuh saat berlangsung shalat lima waktu.
“Di sini jamaahnya tetap banyak kendati jarak mesjid berdekatan,” kata Alex sementara Mahdi mengatakan orang yang punya uang di Qatar amat suka mewakafkan tanahnya untuk didirikan mesjid.
“Orang yang punya tanah lebih, pasti disediakan sebagian untuk mesjid atau mushola. Orang di sini pun suka membuat tempat minum berupa kran air di tempat tertentu untuk memberi minum kepada orang yang dahaga. Makanya di stasiun bus pun ada tempat untuk minum atau cuci muka. Itu amat dibutuhkan orang, apalagi bila sedang musim panas,” kata Mahdi.
Mesjid Burung di Souq Assiri itu, terletak di kawasan perbelanjaan tradisional yang ada komunitasnya, misalnya pertokoan Filipina, Sri Landa, Pakistan, India dan lainnya termasuk Indonesia.
Mesjid Burung menjadi tempat berkumpulnya orang muslim dari berbagai negara yang ada di wilayah itu, dan kendati negara itu bisa dijuluki negara 1000 mesjid, namun bila hari Jumat banyak orang menggunakan mobil dan bus yang datang dan shalat di mesjid yang atapnya dipenuhi burung dara itu. (ar loebis)

No comments: