Wednesday, January 13, 2010

OM BOB DI ANTARA HUKUM, TINJU DAN OTOMOTIF

Jakarta, 12/1 - Tinju amatir dan profesional serta kancah lomba otomotif bergelora dan meningkat prestasinya ketika Om Bob terjun sebagai pembina dan pengurus organisasi PB Pertina dan PP IMI.

Bob RE Nasution yang akrab dipanggil Om Bob, mulai bergaul dengan kalangan petinju ketika ia menjabat Kepala Kejaksaan Negeri di Ambon dan dipercaya menjadi manajer tim Maluku ke Kejuaraan Sarung Tinju Emas (STE) III Padang pada 1978.

Petinju andalan Maluku ketika itu adalah Herry Maitimu (layang), Ellyas Pical (terbang) dan Nootje Thomas (bulu). Usai STE ia dipanggil ketua umum Pertina Saleh Basarah dan memintanya bergabung dengan Pertina.

Bob pun dengan bergairah membina tinju di tiap kota tempat ia menjabat sebagai ketua Kajati, di antaranya di Maluku, Bengkulu, Sumatera Barat dan di Makassar. Ia pun menjadi sesepuh tinju di berbagai daerah, bahkan di Makassar dibangunnya sasana tinju di Lembaga Pemasyarakatan.

Ia memimpin petinju dalam pertarungan di dalam dan luar negeri, termasuk mengikuti kejuaraan internasional 1979 di Prancis, Inter Cup di Jerman 1980, turnamen Riccione di Italia dan ke SEA Games XI Manila 1981 dan SEA Games XIV Jakarta 1987.

Ketika dunia tinju pro di Tanah Air melorot prestasi, termasuk sukarnya mencari dana, Bob tampil sebagai "penyelamat", di antaranya ketika membantu memanggungkan Nico Thomas melawan Sammuth Sithhnaruepol, kemudian ketika menghadapi Eric Chavez di Jakarta dan mendukung Tinton Soeprapto menyelenggarakan laga di Makassar dan di Padang dan di hotel di Jakarta.

Apa motto Om Bob sehingga promotor tinju saat itu bisa meraih keuntungan?

"Dalam setiap pekerjaan, moto saya adalah kebersamaan, kekompakan, tidak sikut menyikut dan tidak mencari keuntungan pribadi," katanya ketika mengumpulkan panitia untuk mencari dana memanggungkan Nico vs Chavez di GOR Lokasari Jakarta, 21 September 1989.

Pada masa kepengurusan Bob di IMI, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah kejuaraan reli dunia (WRC=world rally championship) di Sumatera Utara pada 1996 dan 1997. Tuan rumah kejuaraan dunia motocross 125 CC (Yogyakarta) dan 250 CC (Jawa Barat) serta kejuaraan dunia sepeda motor MotoGP di Sirkuit Internasional Sentul.

Ketika ia diminta Hutomo MP untuk menggantikannya sebagai ketua umum PP Ikatan Motor Indonesia dalam Munas di Medan pada 1995, Bob sempat gemetaran karena tidak menduga adanya permintaan itu.

Dalam kamarnya di Hotel Mutiara, Bob mengatakan kepada penulis, "Gemetar aku, ketika dimintanya menggantikannya. Aku tidak menduga hal ini, tapi ya sudahlah, kalo Munas meminta, tak bisa aku menolak." Ia menjabat ketua umum PP IMI dua periode (1995-2003).

Beberapa tahun kemudian, ia pun sempat mengungkapkan rasa sedihnya, karena Hutomo MP seperti memutus silaturahmi dengan dia, setelah ia memberi pandangan agar Tommy tidak usah bersembunyi saat ada kasus menimpanya.

"Aku sedih, entah mengapa dia tidak mau bertemu dengan aku," kata Bob suatu saat.



Konsekuen

Bob amat konsekuen sebagai pengurus organisasi olahraga. Ia hadir dalam setiap perlombaan dan bergaul amat rapat dengan para atlet dan amat dekat dengan kalangan media. Setiap ia masuk restoran, ia mencari meja panjang, karena banyak orang yang akan dipanggilnya ikut bersantap.

Bahkan di tempat sempit sekali pun, bila berkunjung ke Medan, ia akan menyambangi penjual mi di seberang Lapangan Merdeka Medan. Ia mengajak banyak orang untuk mencicipi mi medan kesukaannya.

Bila ada waktu senggang, ia pun menyanyi mengalunkan lagu-lagu lama dan suara baritonnya membuat pendengar serasa "hanyut" dengan kenangan masa lalu.

Setelah mundur dari kepengurusan olahraga itu, ia merasa sepi, dan setiap berkunjung ke kantornya di bilangan Pecenongan Jakarta Pusat, ia selalu bertanya macam-macam dan akhirnya melakukan sholat sembari duduk.

"Kemana saja kau, kok lama tidak datang ke sini," itu kata-kata paling akrab di telinga dan kalau usai Idul Fitri ia pun berujar, "Mengapa kau tidak datang ke rumah."

Om Bob, kelahiran Padang Sidempuan, 9 Oktober 1937, meraih gelar sarjana hukum setelah kuliah di Universitas Pajajaran Bandung (1958-1961) dan di Universeitas Sumatera Utara (1961-1964).

Ia mengawali karirnya sebagai jaksa muda pada Kejaksaan Binjai, Sumatera Utara pada 1962-63, kemudian menjadi kepala bagian intel Kejaksaan Tinggi Muda, Sumatera Utara dan dengan tugas sama pindah ke Denpasar.

Ia berpindah-pindah kerja, di antaranya ke Palembang, Padang, Maluku, Surabaya sampai akhirnya kembali ke Jakarta menjabat Sekretaris Jaksa Agung Muda Perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara. Ia beralih jadi staf ahli Jaksa Agung pada 1995-1997 dan pensiun pada 1997 dan langsung membuka kantor "Bob Nasution Law Assosiates" di kawasan Pecenongan.

Dalam kancah hukum, ia dikenal ketika berhasil dalam menangani kasus tenggelamnya kapal Tampo Mas serta kasus penyelundupan rotan.

Om Bob yang berkecimpung di antara hukum, tinju dan otomotif, meninggalkan dunia fana ini pada Jumat (8/1-2010), setelah menderita sakit pernafasan.

"Ayah mengeluh dadanya amat panas. Biasanya ia malas ke rumah sakit, tapi tadi pagi ia minta dirawat," kata puteranya, Ali Affandy, ketika mengomentari sakit ayahnya di rumah duka di kawasan Pondok Indah.

Selamat jalan Om Bob, semoga semua kebaikanmu dibalas Allah SWT. (A.R. Loebis)